Zahir

"yang lebih parah lagi adalah  orang-orang bilang: aku bahagia karena mengorbankan hidupku bagi orang-orang yang ku cintai"

"dan kau kira orang-orang yang mencintai kita ingin melihat kita menderita demi mereka?" kau kira cinta adalah sumber penderitaan?"

"terus terang, ya."

"harusnya tidak"

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"itu sebabnya wanita yang kukawini menjadi zahir. Sampai aku mengalami kecelakaan itu, aku selalu meyakinkan diriku bahwa aku hanya akan bahagia bila bersamanya, bukan karena aku cinta padanya melebihi segalanya dan siapapun di dunia ini, tapi karena kupikir hanya dia yang bisa mengerti diriku; dia tahu apa yang kusukai, keanehanku, caraku melihat dunia. Aku sangat berterima kasih atas apa yang telah dia lakukan untukku, dan rasanya dia juga sangat berterima kasih ata apa yang terlah aku lakukan untuknya. Aku sudah terbiasa melihat dunia melalui matanya. kau ingat cerita tentang dua pemadam kebakaran yang habis memadamkan kebakaran dan salah satu wajahnya hitam oleh asam?"

"seperti itulah dunia bagiku", aku meneruskan. "pantulan kecantikan Esther. Apakah itu cinta? Atau ketergantungan?."

"Aku tidak tahu. Menurutku cinta dan ketergantungan saling bergandengan"

"Mungkin. Tapi seandainya aku tidak menulis Ada Waktu untuk Merobek, Ada Waktu untuk menjahit-- yang sebetulnya hanya sepucuk surat pada wanita yang berada jauh -- tapi memilih plot yang berbeda, misalnya suami istri yang telah hidup bersama selama sepuluh tahun. Mereka dulu bercinta setiap hari, tapi sekarang seminggu sekali, tapi itu tidak terlalu penting karena disana ada rasa solidaritas, saling mendukung, saling menemani. Si suami merasa sedih kalau harus makan malam sendirian karena istrinya bekerja sampai maalam. Si istri benci saat suaminya harus pergi keluar kota, tapi menerima hal itu sebagai bagian dari tugas suami. Mereka merasa ada yang hilang, tapi mereka sama-sama dewasa, dan mereka tahu pentingnya memelihara hubungan mereka tetap stabil, walaupun hanya demi kepentingan anak-anak mereka. Mereka mengabdikan lebih banyak waktu pada pekerjaan dan anak mereka, mereka semakin jarang memikirkan perkawinan mereka. Semua tampak berjalan baik, tidak ada pria atau wanita lain dalam hidup mereka.

"tapi mereka merasa ada sesuatu yang salah. Mereka tak bisa menentukan letak kesalahannya. Dengan beralannya wakyu, mereka semakin tergantung satu sama lain; mereka semakin tua; kesempatan untuk menciptakan kehidupan baru semakin menipis dan cepat. Mereka menyibukan diri dengan membaca atau menyulam, nonton televisi, bertemu teman-teman, tapi selalu pembicaraan itu pada waktu makan malam atau setelahnya. Si suami mudah tersinggung, si istri lebih pendiam daripada biasanya. Mereka melihat hubungan mereka semakin renggang, tapi tidak tahu apa sebabnya. Mereka mengambil kesimpulan bahwa perkawinan memang seperti itu, tapi tidak membicarakannya dengan teman-teman mereka; mereka lambang perasaan bahagia yang saling mendukung dan mempunyai kesukaan sama. Yang penting, yang perlu, yang harus, adalah bersikap seakan tidak terjadi apa-apa, karena sudah terlambat untuk berubah."
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

~Zahir: Paulo Coelho~

Komentar

Postingan Populer